Habanusantara.net- Para seniman Aceh bersatu dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diadakan dengan tujuan mendorong penyelesaian persoalan budaya yang belum terselesaikan sejak MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 lalu. Dalam acara yang diagendakan pada Sabtu, 26 Agustus 2023, di Taman Seni Dan Budaya Aceh, Banda Aceh, para seniman akan merangkul berbagai pandangan dan gagasan untuk mengatasi hambatan yang telah berlarut-larut ini.
Menyadari pentingnya peran budaya dalam memperkuat identitas dan kesejahteraan masyarakat, para seniman dari berbagai latar belakang di Aceh bersatu untuk mengadakan FGD. Masih dalam bayang-bayang belum dijalankannya UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, mereka merasa perlu untuk bersuara dan memberikan pandangan konstruktif dalam menyelesaikan persoalan yang telah menghambat perkembangan bidang kebudayaan.
FGD ini direncanakan akan dimulai setelah salat asar dan diharapkan menjadi wadah bagi para seniman untuk berdialog, berbagi perspektif, dan merumuskan langkah-langkah konkret guna menghadapi persoalan budaya yang belum tuntas di Aceh. Beberapa pembicara terkemuka di bidang kebudayaan telah diundang untuk membuka diskusi dengan topik yang berkaitan.
Salah satu pembicara, Dr. Nurlis Effendi, yang memiliki latar belakang akademisi dan jurnalis, akan mengangkat tajuk bicara “Eksistensi Budaya dan Peradaban Aceh.” Sementara itu, seniman Din Saja akan membahas tema “Seniman Sebagai Tuan Bagi Kesenian: Tanggung Jawab atas Kemajuan dan Kemunduran Kesenian.”
Tidak hanya membahas persoalan masa kini, tetapi juga merenungkan masa depan kesenian di Aceh, seniman Teuku Yanuarsyah (Ampon Yan) akan membawa perspektif menarik melalui tajuk “Menakar Karya Seni Modern Aceh Saat Ini dan Masa Depan.” Pembicara lain, seniman Jamal Taloe, akan membicarakan pentingnya “Membangun Motivasi untuk Mempertahankan Hak Seniman dan Komunitas.”
Cut Ratnawati, salah satu panitia FGD, berharap bahwa acara ini akan menjadi momentum yang berkelanjutan, dengan penyelenggaraan setidaknya setiap enam bulan atau setahun sekali. “Kami ingin terus berdiskusi dengan berbagai bidang seni dan mengoptimalkan persiapan acara demi keberhasilan tujuan bersama,” ujar Cut Ratnawati.
Chariyan Ramli, Ketua Majelis Seniman Aceh, menjelaskan bahwa FGD ini adalah hasil kolaborasi dari para seniman yang ingin berkontribusi dalam mencari solusi. “Kami melihat FGD sebagai ajang untuk mendengarkan masukan para seniman dan bersama-sama mencari solusi terhadap tantangan yang dihadapi para seniman dewasa ini,” ujar Chariyan.
Hasil dari FGD ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan rekomendasi yang berharga untuk diselesaikan dan disampaikan kepada Pemerintah Aceh. Majelis Seniman Aceh akan memfasilitasi penyampaian hasil diskusi ini kepada pihak berwenang.
Melalui dukungan berbagai pihak dan upaya kolaboratif, FGD ini diharapkan akan memberikan sumbangan yang signifikan dalam upaya mengatasi persoalan budaya yang masih menjadi perhatian di Aceh. Link