Majelis Seniman Aceh (MaSA) merupakan sebuah organisasi para seniman dan budayawan di Aceh, yang dicetuskan pada akhir tahun 2017 oleh Syamsuddin Jalil (Ayah Panton) dan kawan-kawan.
Setelah Ayah Panton meninggal dunia pada 29 Mei 2021, Majelis Seniman Aceh tetap melanjutkan kegiatan dan merumuskan ulang bentuk organisasi dalam beberapa rapat sepanjang Januari 2022. Seluruh anggota menunjuk Chairiyan Ramli sebagai ketua umum.
Pada tahun 2022 Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mensahkan Majelis Seniman Aceh sebagai sebuah organisasi nirlaba swasta yang berbentuk perkumpulan.
Pada masa awal disahkannya, Majelis Seniman Aceh memusatkan kegiatan pada mengeratkan hubungan para seniman dari berbagai bidang dan ideologi, dengan slogan “Silaturrahmi Terjaga Berkarya Seumur Masa.”
Dalam rentang masa itu, berbagai kegiatan telah dilakukan, baik yang sengaja direncanakan ataupun dengan memanfaatkan kesempatan yang tersedia.
Kegiatan Akhir 2023
Baru-baru ini, Majelis Seniman Aceh bertemu dengan Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, pada 7 Oktober 2023, di TB Kupi, Taman Seni Dan Budaya Aceh.
Gol A Gong dijemput oleh pengurus Majelis Seniman Aceh di Hotel Lading, setelah dihubungkan oleh Herman RN dan Rahmiana, dari Rumah Relawan Remaja. Sebenarnya, Gol A Gong ke Aceh diundang oleh Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Aceh Barat.
Sebagaimana kebiasaannya, dia menggunakan kesempatan di masa hadir ke sebuah wilayah untuk menjumpai pihak-pihak lainnya yang terkait dengan profesinya, penulis, dan Duta Baca Indonesia.
Pihak-Pihak yang menggunakan kesempatan itu dan menilai bahwa kehadiran Gol A Gong merupakan sesuatu yang penting, di antaranya adalah Dinas Perpustakaan Dan Kearsipan Aceh, Taman Baca, Rumah Relawan Remaja, Komunitas Literasi, Forum Aceh Menulis, Universitas Bina Bangsa Getsampena, dan Majelis Seniman Aceh.
Dengan Duta Baca Indonesia, Majelis Seniman Aceh membicarakan beberapa hal.
Gol A Gong menilai bahwa penilaian bahwa masyarakat pengguna bahasa Jawi (Indonesia, Malaysia, Brunei, Pattani, Singapura) kurang minat membaca, adalah propaganda sekelompok kapitalis barat.
Menurutnya, masyarakat suka membaca, tetapi tulisan yang kurang tersedia. Oleh karena itu, dia ingin Majelis Seniman Aceh mengambil andil dalam kampanye literasi di Indonesia, terutama di Aceh dan sekitarnya.
Keesokan harinya, Majelis Seniman Aceh bersilaturrahmi dengan Sastrawan Negara Malaysia, Prof Siti Zainon Ismail, pada sore 8 Oktober 2023, di Kedai Teh Kyoto milik penyair Wina SW1.
Sebenarnya Siti Zainon Ismail ke Aceh adalah untuk menghadiri undangan Rektor ISBI (Institut Seni Budaya Indonesia) Aceh di Jantho, Dr Wildan.
Selain ke ISBI Aceh, Siti Zainon Ismail juga menyempatkan hadir di acara lain bagi sesiapa yang mengundangnya yang tahu dan menilai penting kehadirannya selama beberapa hari di Aceh. Dia menghadiri undangan FKIP (Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan) Universitas Syiah Kuala, juga Majelis Seniman Aceh.
Sore itu, dia datang ke Kedai Teh Kyoto, diantar oleh rekan setianya, penyair D Kemalawati dan suaminya Helmi Has.
Dengan Sastrawan Negara Malaysia, Majelis Seniman Aceh membicarakan tentang dunia perfileman di Malaysia, setelah zaman P Ramlee. Hari itu baru diketahui bahwa P Ramlee adalah kerabat Siti Zainon Ismail dan di lingkungannya semasa hidup.
Siti Zainon Islmail mengatakan, ada kemungkinan perhelatan budaya serumpun dapat diwujudkan di dalam karya bersama di kemudian waktu.
Menjelang penutupan pertemuan dengan Siti Zainon Ismail, kami dikejutkan dengan muncul seorang penyair bernama Natsumi Seo, yang membacakan puisinya dalam bahasa Jepang, diterjemahkan oleh Wina SW1.
Karena Natsumi Seo membacakan puisinya tentang tsunami yang menimpa kampungnya, maka kami tidak segera pulang sore itu, tetapi menghargai tamu dari Jepang, menonton film dokumentarinya tentang keadaan setelah bencana tsunami dari Jepang, yang diputar setelah salat magrib.
Setelah magrib, sekelompok seniman Jepang muncul, ternyata Natsumi Seo bukan sendiri. Mereka adalah tamu dari Wina SW1 dan adiknya, Mex Wahab.
Dengan seniman Jepang, yang merupakan sebuah tim yang fokus pada pembangunan setelah bencana tsumani, Majelis Seniman Aceh hanya bertukar kisah tentang pengalaman penderitaan karena bencana tsunami. Tentang kesamaan nasib pernah diterjang ombak raya yang menggulung menyapu pantai dan daratan dalam sekejap mata.
Para penulis, fotografer dan pembuat film dokomentari dari Tokyo tersebut memusatkan perhatiannya pada keadaan setelah bencana tsunami yang menghancurkan tempat mereka. Di antara mereka ada yang dosen dan mahasiswa.
Salah seorang dari kafilah negeri matahari terbit itu ada seorang perempuan bernama Satoko Shibahara. Dia pemilik dan editor website newhabitations.com/en/–yang Natsumi Seo dan beberapa seniman lain adalah penulis dan fotografernya. Satoko Shibahara juga seorang arsitek kelas satu yang berlisensi di Jepang.
Pertemuan yang memanfaatkan kedatangan seniman luar Aceh yang diundang pihak lain tersebut, merupakan salah satu bagian dari langkah awal Majelis Seniman Aceh dalam menjalin silaturrahmi.
Di kemudian hari, Majelis Seniman Aceh ingin pula bisa mengunjungi para seniman di seluruh Indonesia—dari dari Kupang ke Tarakan, ke timur sampai ke Papua, dan ke luar negeri, jika memungkinkan, selain menyambut mereka yang datang ke Aceh.[]PORTALSATU.com