Kala Majelis Seniman Aceh berkumpul di Cut Ayah

Komparatif.ID, Banda Aceh- Sejumlah seniman Aceh yang berhimpun di bawah Majelis Seniman Aceh (MaSA) bermusyawarah di Warkop Cut Ayah, di bilangan Pango, Banda Aceh, Senin (31/7/2023). Mereka yang datang berasal dari para maestro lokal di bidang masing-masing. Ada Chairyan Ramli selaku Peutuha Chiek MaSA, Moritza Thaher, Sarjev Hirzy, Thayeb Lhoh Angen, Razuardi Ibrahim (Essex), Muhammad Rain, dan sejumlah orang lainnya.

Pertemuan itu sangat menarik. Para aktivis seni tersebut membahas beberapa persoalan di bidang kesenian yang sedang melanda Aceh. ada yang mengangkat soal seni yang masih dipandang sebelah mata. Perihal seniman dan pemerintah yang tidak nyambung, termasuk hubungan seniman dan jurnalis.

Sembari menyicip kacang rebus, dan menyeruput kopi, topik awal yang dibahas tentang bagaimana membina hubungan seniman dengan para jurnalis. Selama ini seperti ada yang kosong, meski ruang-ruang budaya tetap ada di berbagai media.

Ihan Nurdin, seorang jurnalis perempuan yang sudah cukup lama menjadi bagian dari industri pers Tanah Rencong, mengatakan MaSA perlu mencari format pemberian fellowship kepada jurnalis-jurnalis muda Serambi Mekkah, supaya terbangun jembatan antara dunia seni dan dunia jurnalistik.

Menurut Ihan Nurdin, fellowship berperan sangat penting sebagai media membentuk kesadaran wartawan-wartawan berusia muda, supaya memberikan perhatian kepada dunia seni di Serambi Mekkah.

Demikian juga Fendra Trysani, seorang jurnalis senior yang berkhidmat di isu lingkungan hidup. Ia yang juga seorang pemusik, mendukung gagasan Ihan supaya Majelis Seniman Aceh (MaSA) memberikan dukungan dalam bentuk pemberian beasiswa liputan kepada jurnalis muda.

Ia juga menyinggung Belitung yang kini terkenal sebagai salah satu objek wisata Tanah Air, setelah novel dan sinema Laskar Pelangi mendulang perhatian public. Fendra mengingatkan kemasan-kemasan yang apik lewat karya-karya seni yang berkelas, sangat berperan besar dalam mewartakan Aceh.

Seniman Aceh Harus Independen

Wartawan senior cum akademisi Nurlis Efendi Meuko yang turut hadir, memberikan pandangan tentang pentingnya berkesenian secara independen. Para seniman harus mampu membangun karya yang dapat menarik perhatian publik.

Nurlis mengatakan, dunia kesenian dan kebudayaan Aceh harus mampu diangkat oleh pegiatnya, menjadi karya yang besar, otentik, dan fokus. Perlu digelar event-event kebudayaan yang bersifat mandiri atau berkolaborasi dengan pihak-pihak yang tidak menjadikan dunia kesenian dan kebudayaan sebatas event yang menguntungkan secara bisnis.

Nurlis mengingatkan, perlu dihindari pengajuan proposal yang membuat marwah dunia seni tergadaikan. MaSA harus menjadi pilar penting dalam menjaga nilai-nilai kesenian dan kebudayaan Aceh supaya tetap memiliki marwah.

Pemred Komparatif.ID Muhajir Juli yang turut hadir pada diskusi tersebut memberikan pendapat dunia seni merupakan pilar penting dalam sebuah peradaban. Supaya maju dan besar, perlu kerja keras yang lebih dari saat ini.

Ia memberikan contoh bagaimana India membangkitkan kebudayaannya melalui film-film yang diproduksi di Bollywood, Kollywood, Tollywood, Sandalwood, dan lain-lain. Lewat kekuatan syair tembang, kekuatan dialog, dan visual yang menarik, membuat India dikenal oleh publik bukan sebagai negara penuh masalah. Tapi peradaban besar yang asyik.

Seniman-seniman Aceh telah melakukan hal tersebut. Moritza Thaher melalui lagu-lagunya yang berkelas seperti Pho, telah memberikan warna bagi dunia music etnik Aceh. Rafli Kande yang kini duduk di Senayan juga demikian. Sarjev Hirzy setiap kali menjadi event organizer mampu menghadirkan ruh Aceh dalam dentum music yang disajikan. Thayep Loh Angen juga demikian, telah berikhtiar menampilkan Aceh tiap kali menulis novel.

Ketua MaSA Chairyan Ramli mencatat masukan-masukan yang disampaikan audiens. Ia memberikan komentar, mengucapkan terima kasih atas setiap saran, dan selanjutnya akan mengelaborasikan semuanya sesuai dengan cita-cita Majelis Seniman Aceh.

Pertemuan itu sangat asyik. Sesekali asap dapur kayu warung kopi Cut Ayah menyapa baju dan celana peserta diskusi. Kerap pula menyapa bola mata sehingga menimbulkan rasa agak perih.

Ketika azan Zuhur berkumandang, kacang rebus yang disajikan dalam ceupe melamin, tinggal kulitnya saja. Jagung rebus yang masih dibalut dengan kulit, tinggal bongkol. Tembakau yang telah dijalin dalam berbatang-batang kretek, telah habis dihisap, dan menyisakan puntung di dalam asbak.

Di ujung pertemuan tahap pertama, Razuardi membacakan sejumlah catatan yang ia rangkum. Kali ini ia tidak membacakan puisi, lazimnya bila sang mantan birokrat hadir dalam diskusi seni. Link To

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

More To Explore

Do You Want To Boost Your Business?

drop us a line and keep in touch