Oleh:
Thayeb Loh Angen
Penyair dari Sumatra Aceh.
MALAM itu, belasan orang datang dalam hujan. Yang menggunakan mobil, dijemput dengan payung saat sampai dan mahu keluar dari mobilnya, yang menggunakan sepeda motor memakai jas hujan sendiri.
Pengusaha dan seniman kharismatik, Alwin Abdullah, menyambut semua tamu itu dengan keramahannya yang khas, di rumahnya, Geuceue Iniem, Banda Raya, Banda Aceh.
Para tamu itu adalah para seniman, sebagian dari Dewan Pengarah (Penasehat) dan (Dewan) Pengurus Perkumpulan Majelis Seniman Aceh (MaSA).
Hujan tidak berhenti. Dari pagi memang begitu, paling berhenti sebentar lalu tumpah lagi. Bukan di Banda Aceh saja demikian, tetapi di sepanjang ujung utara Sumatra. Beberapa tempat di Aceh telah pun digenangi banjir karenanya.
Setelah sekira setengah jam menunggu para undangan yang datang dalam hujan, para tamu disilakan makan malam. Pada awalnya acara itu dijadwalkan pukul 20:30 WIB untuk rapat Majelis Seniman Aceh. Namun, Alwin Abdullah meminta acara itu dipercepat karena dia bersama istrinya ingin menjamu makan malam untuk para seniman.
Setelah makan malam, seraya minum kopi dan menikmati makanan ringan dari kemurahhatian tuan rumah, Ketua Penasehat (Dewan Pengarah) Majelis Seniman Aceh, Alwin Abdullah, Dewan Pengarah Majelis Seniman Aceh, Prof Yusny Saby, dan Ketua Umum Majelis Seniman Aceh, Chairiyan, memberikan sambutan dan arahannya.
Itu adalah acara pertama setelah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mengeluarkan Surat Keputusan (SK) untuk Perkumpulan Majelis Seniman Aceh pada Desember 2022.
Di beranda belakang rumah yang menghadap kolam renang dalam hujan itu, para hadirin berbincang-bincang tentang dunia seni, ditutup dengan penampilan membaca puisi dan bernyanyi.
Para sukarelawan pembaca puisi adalah Zulfikar Sawang, Muhammad Yusuf Bombang (Apa Kaoy), Zul Kirbi. Sementara para sukarelawan penyanyi adalah Alwin Abdullah, Zulfikar Sawang, Zubaidah Azwan, Lea Amalia (penyanyi baru Kasga Record), Chairiyan, Razuardi, dan lainnya.
Begitu pemandu acara, dua orang penyiar radio Radio Flamboyant 105.2 FM itu menutup acara secara formal, Alwin Abdullah menuju mikrofon.
“Saya akan menceritakan, mengapa saya membuat film Cut Nyak Dhien,” katanya, yang seketika itu membuat semua hadirin terkesima.
Memang, semua hadirin sudah tahu itu, bahwa pengusaha pemilik Radio Flamboyant tersebut mengeluarkan uang banyak untuk membuat film legendaris Cut Nyak Dhien, sebuah pengabdian besar untuk Aceh.
Mereka tahu itu. Namun, mendengar Alwin Abdullah mengatakan hal tersebut tanpa seorang pun menanyakannya –biasanya dia bahkan tidak mau diwawancarai tentang itu–, tentu saja para hadirin bertanya-tanya, mengapa? Itu amat menarik.
“Saya mahu mendukung memproduksi film itu karena mendengar lagu “Merpati Putih karya Eros Jarot”. Lalu saya meminta mereka membuat Sumpah Revolusi, bahwa tidak ada yang akan mengambil keuntungan dari film itu. Tidak boleh ada yang menjadi pengkhianat di antara kita,” kata Alwin Abdullah.
Begitu Alwin Abdullah melepaskan mikrofon dan menuju kursi bersama hadirin, secara mengejutkan pula, penyair Zulfikar Sawang –yang juga pengacara kondang- mengambil mikrofon, dan berkata-kata lantang, ciri khasnya.
“Saya ingin menjelaskan maksudnya. Tadi kawan-kawan baru saja mendengar. Bang Alwin sudah memberikan segalanya untuk kawan-kawan, untuk dunia seni kita. Jangan ada yang menjadi pengkhianat di dunia seni kita, jangan ada yang menjadi pengkhianat di Majelis seniman Aceh,” kata Zulfikar Sawang.
Mendengar itu, barulah hadirin memahaminya, mengapa Alwin Abdullah menceritakan kisahnya tadi, dan mengapa Zulfikar Sawang secara terburu-buru harus mejelaskannya.
Zulfikar Sawang adalah penyair dan pengacara yang berkiprah di tingkat nasional. Dia sudah bertahun-tahun bersama Alwin Abdullah sehingga dia memahami yang dimaksudkan tokoh budaya yang kharismatik tersebut.
“Malam ini, para seniman di Aceh, seakan telah mengumumkan bahwa ‘Kita ini ada dan akan terus berkarya, akan terus mempertahankan keberadaan kita’, demi Aceh ini. Kita perlu segera mengumpulkan data para seniman dan menyiarkannya di website https://www.majelissenimanaceh.org/, yang akan segera diluncurkan,” kata Wakil Ketua Majelis Seniman Aceh, Teuku Abdul Malik.
Ketua Majelis Seniman Aceh, Chairiyan, mengatakan, mengikuti arahan Dewan Pengarah, dalam beberapa hari ini, dia akan memanggil para pengurus untuk menentukan para wakil ketua, para wakil sekretaris, dan para wakil bendahara, serta rencana kerja untuk tahun 2023 ini.
“Kita telah berusaha keras supaya organisasi ini terbentuk, dan dengan segala upaya kita akan melanjutkannya, membantu para seniman, memajukan dunia seni Aceh, membawanya ke tingkat nasional dan dunia intenasional,” kata Chairiyan.
Untuk diketahui, (Perkumpulan) Majelis Seniman Aceh (MaSA), dibentuk sejak awal 2018 oleh (Almarhum) Ayah Panton bersama para seniman. Setelah meninggalnya Ayah Panton, para seniman sepakat melanjutkan organisasi tersebut dengan memilih bentuk lain, yaitu berbentuk ‘Perkumpulan’.
Pada Desember 2022, Kemenkumham RI mengeluarkan SK untuk Perkumpulan Majelis Seniman Aceh (MaSA), dengan struktur: